Sabtu Malam
"aku hanya menginginkan satu, tak perlu dua, tiga atau lebih
menjalani kehidupan penuh kebahagiaan melalui jalan yang Engkau berkahi dan rahmati
bukan jalan yang terlihat manis namun akan menjadikanku jauh dariMu
dan jika aku kelak dipertemukan dengannya, ku harap saat itulah tepat Engkau memberikan berkahMu
melalui Engkau, aku menitipkan doa-doa terindahku
tugasku hanya berusaha, tak lain dengan kepasrahan yang teramat sangat
pasrah dan yakin, bahwa Engkau akan menghadirkan yang terbaik untukku-dan untukknya, keluargaku dan keluarganya, kami semua
jadikan kami kelak sebagai satu kebahagiaan, yang saling membahagiakan satu sama lain...
aamiin"
hari ini menjadi malam minggu yang kesekian kali aku dikosan, dikamar kecilku yang penuh dengan serba-serbi tentangku.
dan hari ini juga, menjadi malam yang kesekian kali aku tetap berada dikamar, disaat mungkin orang lain diluar sana sedang bersama orang yang mereka katakan sebagai "orang terkasih". mungkin karena sudah menjadi budaya masa kini, dua orang anak muda dari anak cucu adam, menamai diri mereka sebagai "sepasang anak muda", entah ditambahi dengan embel-embel "anak gaul", "anak keren", "anak megapolitan", menjadikan mereka sangat erat dengan heterogenitas dan hedonitas ala barat.
tak jarang -atau bahkan seringnya-, mereka tak segan untuk mengeluarkan uang-uang hasil jerih payah orang tua mereka untuk sekedar dihabiskan untuk makan, jalan-jalan, dan nonton filem dimal-mal yang menaarkan berbagai kebahagiaan duniawi itu.
disadari atau tidak, uang yang tidak mudah didapatkan oleh orang tuanya itu terlihat terlalu mudah berpindah tempat ke kas-kas perusahaan besar.
tidak sadarkah mereka, mungkin orangtuanya disana mengharapkan uang itu untuk pembiayaan kuliahnya, membeli buku-buku sumber ilmu, menyiapkan skill mereka dengan mengikuti kursus-kursus non formal yang juga berbiaya tak murah?
menjadi seorang mahasiwi, dengan biaya dari orang tua dan beasiswa, menjadikan aku lebih sadar diri. hidup di perantuan dan jauh dari keluarga memang tak mudah, mengatur semuanya harus sendiri, tak terkecuali biaya hidup disini.
aku merasa semua hal harus dipertanggung jawabkan. waktu, kuliah, prestasi, soft skills, uang hidup, dan ibadahku terhadap Allah.
menyadari bahwa aku adalah pemimpin, setidaknya bagi diriku sendiri, yang harus berani mengambil langkah dan menentukan pilihan. tidak serta merta mengikuti arus yang membawaku, entah kekiri atau kekanan, entah baik ataupun buruk, dan Alhamdulillah akupun bukan termasuk orang yang terlalu menurut dengan arus itu.
"hanya ikan mati yang bergerak mengikuti arus"
bersyukur, Allah selalu mendengar doaku, aku jug memiliki orang tua yang begitu percaya denganku, teman-teman yang begitu baik denganku, lingkungan yang sangat mendukung, dan beasiswa yang ikut memberkan spirit kepadaku untuk selalu berusaha berperstasi.
kembali ketopik malam minggu,
aku tersenyum simpul saat ada temanku yang kala itu berdandang "lebih"dari biasanya. ternyata ada seorang lelaki yang sudah menunggunya didepan pagar.
dan saat aku bertanya, "mau kemana?", dia menjawab, "biasaa..."
entah apa arti satu kata, "biasaa itu". namun aku mengartikan sebagai, "biasaa, anak muda, malam minggu jalan-jalan.."
disaat yang bersamaan, bathin terdalamku mengucap syukur.
aku masih diberikan kesempatan oleh Allah untuk memperbaiki diri sendiri dan menjaga perasaanku dari lelaki yang bukan muhrimku.
menjaga pandangan dari orang yang mungkin akan menambah dosa-dosaku.
(bukan berarti disini aku menyalahkan teman yang berkata "biasa" tadi.. tentu setiap orang mempunyai cara berpikir masing-masing, pilihan hidup masing-masing, dan tentunya keyakinan masing-masing. dan mungkin aku berbeda darinya untuk masalah itu.)
mungkin untuk remaja saat ini,prinsipku terdengar agak kolot.
aku lebih memilih untuk memperbaiki diri saat ini, sembari menyiapkan masa depanku.
aku menghindari hal-hal yang bisa membuatku membuka perasaan terhadap lawan jenisku, menghadirkan rasa suka dan cinta. yang mungkin pada akhirnya akan membuatku jatuh cinta.
aku memilih untuk menjaga pandanganku untuk menghidari hawa nafsu.
aku, tentu bukanlah hambaNya yang sempurna.
pengalamanku masalalu, yang pernah salah untuk memilih, tentu tak ingin aku ulangi.
semoga Allah menghidarkan kita dari kesia-siaan dan kemudharatan.
aamiin :)
Komentar
Posting Komentar