[Materi Kuliah] Materi Kuliah Kapita Selekta Hukum Perdata BAB I

BAB I
HUBUNGAN ANTARA HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PERDATA

  • Hukum publik mengatur antara individu dengan masyarakat dan organisasi dari masyarakat itu.
  • Hukum Perdata mengatur hubungan antar sesama individu.

Hukum Publik berhubungan dengan kepentingan umum, sedangkan hukum Privat / Hukum Perdata berhubungan dengan kepentingan individu.
Perlu diperhatikan bahwa kita tidak dapat memisahkan kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat, mengingat bahwa pada akhirnya latar belakang dari kepentingan perorangan itu adalah kepentingan umum.
Dengan demikian, perbedaan perraturan yang mengatur orang-perorangan dengan peraturan yang mengatur masyarakat tidak dapat dipertahankan lagi.
Individu adalah bagian dari masyarakat. Dan masyarakat adalah kumpulan dari individu.
Makin lama makin nampak bahwa ada jalur pemisah yang lebar dimana Hukum Perdata dan Hukum Publik saling mempengaruhi. Kita tidak dapat mengadakan pertentangan yang tajam bahwa hukum itu putih atau hitam, tetapi selalu ada ditengah-tengah.
Hukum Pidana bertujuan melindungi masyarakat, sehingga dinamakan Hukum Publik.
Hak Eigendom diatur untuk kepentingan perorangan, dan masyarakat merasa beruntung adanya batasan-batasan yang baik dari hak subyektif ini, seperti individu mendapatkan perlindungan dalam hukum pidana yaitu larangan untuk mencuri.
Disini kita dapat melihat adanya bentuk campuran, bahwa hak eigendom mendapatkan perlindungan juga dari hukum Perdata, yaitu dengan memberikan wewenang kepada pemilik dan apabila hal ini dilanggar, maka Hukum Publik akan meberikan sanksi yaitu pidana.
Peraturan-Peraturan tentang Perkawinan adalah contoh bahwa peraturan-peraturan perkawinan mempunyai warna Hukum Publik yang kuat, meskipun hal ini tergantung dari dua orang, tetapi menyangkut kepentingan masyarakat.
Demikian hubungan yang timbul dari kekuasaan orang tua, wali, dan keturunan. Ini merupakan peraturan tentang ketertiban umum.
Pada umumnya, hukum keluarga dalam banyak hal mengambil unsur – unsur hukum Publik. Lain halnya dengan hukum harta kekayaan.
Antara Hukum Publik dan Hukum Perdata pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan tetapi dapat dibedakan, tergantung dari peraturan mana yang ingin dipertahankan. Apabila yang dilanggar itu merupakan peraturan Hukum Publik, penguasa mengambil inisiatif, apakah orang yang dirugikan itu menaruh perhatian atau tidak.
Misalnya Jika terjadi pencurian, Polisi terus dapat mengadakan penyidikan, tidak memperdulikan apakah yang dirugikan itu senang atau tidak.
Sebaliknya, dalam hukum Perdata, inisiatif diserahkan kepada yang dirugikan sendiri. Jika debitur tidak memenuhi kewajiban, maka hakim akan menangani apabila kreditur meminta bantuan kepada hakim.
HUKUM PEMAKSA DAN HUKUM PELENGKAP
  • PERATURAN MEMAKSA : Peraturan yang mengakibatkan pihak yang berkepentingan tidak boleh menyimpang dari peraturan yang dikenakan padanya, mau atau tidak mau.

Contoh : syarat perkawinan merupakan Peraturan Memaksa. Pihak-pihak tidak boleh memperjanjikan untuk menyimpangi peraturan tersebut, jika disimpangi akan mengakibatkan batalnya perkawinan.
  • PERATURAN PELENGKAP : Peraturan yang mengisi, melengkapi apabila pihak-pihak tidak mengatur sendiri dalam perjanjian.

Contoh : Dalam jual-beli boleh diatur sendiri tentang pembayaran dan penyerahan bendanya, apabila tidak, maka peraturan pelengkap yang akan mengatur.
Pewarisan boleh dengan testamen, boleh tidak.
"Bagaimana kita mengetahui apakah peraturan tersebut Hukum Pemaksa atau Hukum Pelengkap?"
Kadang-kadang dapat dibaca dari Undang-Undang itu sendiri yang memuat perintah dan larangan.
Contoh : Hukum keluarga dan Hukum Benda.
Dan juga apabila suatu peraturan yang mengatur tentang kepentingan umum, dan ketertiban umum, peraturan sebenarnya juga dapat digolongkan peraturan Hukum Publik dan mempunyai sifat memaksa.
Jadi  dapat disimpulkan bahwa perbedaan peraturan mengenai hukum Pemaksa dan Hukum Pelengkap adalah sama dengan golongan Hukum Publik dan Hukum Perdata adalah tidak benar.
Hukum Perdata mengatur kepentingan dari orang-orang dalam masyarakat dan hal ini dikuasai oleh kehendak dari orang-orang itu, tetapi ada hal-hal dari Hukum Perdata yang membatasi kebebasan orang-orang ini oleh Undang-Undang, yang bermaksud untuk melindungi orang-orang itu terhadap dirinya sendiri karena kekurangan-kekurangannya.
Yaitu ada 3 sifat :
1.   Peraturan tentang ketidak cakapan seorang anak atau dbawah kuratil atau ada cacad kehendak (kekhilafan, penipuan, paksaan, undue influence) akibat perbuatannya dapat dibatalkan.
2.   Harus dipakai bentuk-bentuk tertentu (Perkawinan, Pengakuan anak, testamen, hipotik, hibah)
3.   Perjanjian perburuhan, harus dibuat sesuai dengan hukum perburuhan (yang sekarang digolongkan dalam Hukum Publik-Hukum Sosial).
Mencegah pihak majikan berbuat sewenang-wenang terhadap buruh.
Ketiga hal tersebut mempunyai sifat-sifat Hukum Publik yang kuat.
Tetapi banyak yang menentang bahwa tiga hal tersebut merupakan Hukum Publik, karena pada akhirnya semua peraturan pada isntansi terakhir harus dipatuhi demi kepentingan masyarakat. Memang Ilmu Pengetahuanlah yang membuat kabur tentang adanya perbedaan-perbedaan ini.
Sebenarnya beberapa hal Hukum Publik mendesak Hukum Perdata, membatasi kebebasan individu itu adalah demi kepentingan umum.
Pasal 1469 KUHPerdata, Hakim dilarang membeli barang dari perkara yang belum diputus, ini adala peraturan dari Hukum Pemaksa, bukan Hukum Publik tetapi demi kepentingan umum.
Dengan adanya pergeseran dari Hukum Perdata ke Hukum Publik, yang pada waktu ini kita mengalami banyak hal-hal yang pengaturannya menjadi Hukum Pemaksa atau menuju kepada Hukum Publik.
Pemasyarakatan atau sosialisasi dari Hukum Perdata pada waktu ini maka timbul banyak peraturan-peraturan dari Hukum Pemaksa seperti Hukum Perburuhan, Jual Beli Angsuran, Sewa-menyewa rumah, dan lain-lain sebetulnya tujuannya adalah untuk melindungi yang lemah (buruh, pembeli, pemiliki rumah) terhadap yang kuat (majikan, penjual, penyewa)
Peraturan yang melindungi di lemah terhadap yang kuat berdasar hukum Pelengkap adalah peraturn yang tidak dapat terlaksana.
Pasal 1338 ayat 2 KUHPerdata, Perjanjian tidak dapat diputuskan secara sepihak : Apabila ada yang memutuskan secara sepihak adalah batal demi hukum, merupakan Hukum Pemaksa demi kepentingan umum.

šPEMASYARAKATAN (SOSIALISASI)
KUHPerdata dibuat pada zaman Kapitalis perorangan merajalela menjadi kapitalis yang besar.
Di negeri Belanda sendiri sudah diadakan perubahan sesuai dengan keadaan, tetapi menurut pengakuan para sarjana masih belum melepaskan diri dari kapitalisme ini.
Sejarah KUHPerdata Indonesia berasal dari B.W Belanda, B.W Belanda berasa dari Code Civil Perancis, yang pada waktu itu bersemboyan : Kebebasan kesamaan dan kekeluargaan (Liberte egalita dan Fraternite) , yang pada akhirnya menonjolkan dan menimbulkan individualism.
Dalam perjalanan sejarah pada waktu itu terjadi ketidak keseimbangan dalam ekonomi, perbedaan yang menyolok bahwa si kuat menekan yang lemah (Laisserfaira, Laissez aller).
Industrialisasi sebagai akibat Revolusi Industri pda abad 19 sebagai reaksi terhadap merajalelanya individualisme itu, dengan gerakan buruh industry maka sosialisme mulai berkembang dengan suburnya.
Kebebasan hukum yang mempengaruhi abad ke 19 pada waktu  itu mengakibatkan pengakuan yang tidak susila,yaitu hukum dari yang kuat. Penguasa kemudian mengadakan tindakan-tindakan untuk melindungi yang lemah.
Kemudian penguasa mengambil alih dalam banyak hal dalam masyarakat demi kepentingan umum dan ketertiban umum, akhirnya peraturan-peraturan Hukum Perdata  menjadi peraturan-peraturan pemaksa dan Hukum Publik mendesak Hukum  Perdata. Ini merupakan pembatasan-pembatasan yang besar terhadap kebebasan individu.
Hak Eigendom telah dibatasi, hak-hak perorangan telah digerogoti dan dalam lapangan hukum perjanjian banyaknya peraturan hukum pemaksa terhadap perjanjian kerja, sewa-beli, sewa-menyewa dengan dalih melindungi si lemah.
Demikian pula hakim dengan perkembangan zaman telah menafsirkan Undang-Undang dengan “apa yang seharusnya”, “berdasar akal yang sehat dan kepatutan”, dan “menurut keadaan”, sesuai dengan keadilan yang ada.
Pendapat Sscholten tentang perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik adalah untuk melindungi lalu lintas masyarakat.
Demikian sosialisasi dari Hukum Perdata yang menonjolkan demi kepentingan umum menimbulkan banyak hal yang membatasi kebebasan individu.
(Pitlo, Het Systeem Van Het Netherlandsc Privaatrecht, H.D. Tjeenk Willink Groningen, 1972, halaman 4-10, 50-54)
          

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Kisi-Kisi] Teori Perancangan Hukum